Merasa diperlakukan diskriminatif dan sewenang-wenang oleh Pemerintah, Nona Nani Nurani (70), mantan penari di Istana Negara pada Orde Lama, menggugat Presiden RI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Presiden digugat senilai Rp 7,46 miliar untuk kerugian materil dan imateril sebesar Rp 30 juta. Sidang perdana gugatan tersebut akan dilangsungkan di PN Jakpus hari ini. "Sidang perdananya digelar hari ini," ujar Kuasa Hukum Nani, Andi Muttaqien, Senin (21/11/2011)
Menurut Andi kliennya merasa didiskriminasi dan sewenang-wenang oleh Pemerintah, karena distigmakan negatif sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI), kendati Nani hanyalah seorang penari Istana Negara di era Bung Karno.
Atas stigma itu, pemerintah sempat menahannya selama tujuh tahun tanpa alasan yang jelas, dan tanpa melalui proses peradilan, lalu tanpa batas waktu kepada orang-orang yang dituduh terlibat Gerakan 30 September 1965.
Pada Order Baru, kliennya kembali mengalami diskriminasi, kali ini, ia kesulitan mendapatkan status kependudukan berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pada 2003, Nani Nurani akhirnya menggugat Kepala Pemerintahan Kecamatan Koja, Jakarta Utara di PTUN DKI Jakarta karena tidak menerbitkan KTP atas nama dirinya. Pengadilan pun akhirnya mengabulkan Gugatan Nani Nurani.
Atas dasar perjuangan puluhan tahun tersebut dinilai merugikan dan mencederai harkat dan martabat Nani, maka, Nani menilai sangatlah pantas ia mengajukan tuntutan terhadap negara, melalui Presiden RI Susilo Bambang Yudhohyono.
"Perbuatan-perbuatan pemerintah di masa lalu berupa tuduhan Komunis tanpa dasar, dan bahkan menahan Nani Nurani tanpa proses persidangan," ujar Nani dalam gugatannya.
Selain meminta uang ganti rugi, Nani juga meminta kepada pihak tergugat, untuk menyatakan permohonan maaf melalui 10 media cetak nasional selama tujuh hari berturut-turut.
sumber : http://id.berita.yahoo.com/mantan-penari-istana-negara-gugat-presiden-rp-7-065714959.html