Seorang profesor peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengantongi gaji total sekitar Rp 5,2 juta. Dengan masa kerja yang lebih dari 30 tahun, besaran gaji itu membuat sang profesor 'menjerit'.
"Saya profesor riset golongan IV/E di LIPI, atau sudah jadi Pembina Utama. Ini merupakan golongan fungsional yang paling tinggi. Kalau di tentara, saya sudah jenderal berbintang," kata pakar ilmu kebumian dari LIPI, Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan, dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (26/10/2011).
Sekarang ini, gaji per bulan yang diterimanya Rp 3,6 juta. Angka ini ditambah dengan tunjangan peneliti Rp 1,4 hingga 1,6 juta sehingga yang didapat Jan sekitar Rp 5,2 juta.
Dia menyebut, banyak peneliti yang jarang mau menjabat sebagai pejabat struktural. Sebab ketika menjadi pejabat struktural, orang tersebut akan kehilangan tunjangan penelitinya. Memang tunjangan struktural lebih besar dari tunjangan peneliti, namun waktu seorang pejabat struktural umumnya akan lebih tersita.
"Jabatan struktural itu tunjangannya sekitar Rp 5 juta. Sedangkan tunjangan peneliti Rp 1,6 juta. Kalau sudah dapat tunjangan struktural, dia tidak akan dapat tunjangan peneliti. Jadi kegiatan penelitian yang dilakukan tidak dihargai dengan tunjangan penelitian," papar Jan.
Menurut peraih gelar PhD di Universitas Vrije Amsterdam Belanda ini, gaji profesor riset di LIPI sangat jomplang jika dibanding dengan profesor di perguruan tinggi negeri. Sebab, gaji profesor di PTN bisa mencapai Rp 14 juta.
"Sepertinya sistemnya itu sengaja gaji dibuat kecil, supanya sisanya cari sendiri," keluh Jan.
Dia menambahkan, di Belanda, seorang profesor riset bisa digaji 8.000-9.00 Euro . Sedangkan di Jepang 60.000 hingga 70.000 Yen. Di Australia dalam setahun bisa mendapat 130.000-140.000 dollar Australia.
"Di Pakistan, gaji penelitinya malah 3 kali gaji menteri. Kalau di Korea, peneliti itu dianggap pahlawan. Para peneliti tidak mengikuti wajib militer. Kegiatan militer dianggap sebagai kegiatan bela negara, dan peneliti dianggap sama dengan pembela negara," papar Jan.
(vit/asy)
"Saya profesor riset golongan IV/E di LIPI, atau sudah jadi Pembina Utama. Ini merupakan golongan fungsional yang paling tinggi. Kalau di tentara, saya sudah jenderal berbintang," kata pakar ilmu kebumian dari LIPI, Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan, dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (26/10/2011).
Sekarang ini, gaji per bulan yang diterimanya Rp 3,6 juta. Angka ini ditambah dengan tunjangan peneliti Rp 1,4 hingga 1,6 juta sehingga yang didapat Jan sekitar Rp 5,2 juta.
Dia menyebut, banyak peneliti yang jarang mau menjabat sebagai pejabat struktural. Sebab ketika menjadi pejabat struktural, orang tersebut akan kehilangan tunjangan penelitinya. Memang tunjangan struktural lebih besar dari tunjangan peneliti, namun waktu seorang pejabat struktural umumnya akan lebih tersita.
"Jabatan struktural itu tunjangannya sekitar Rp 5 juta. Sedangkan tunjangan peneliti Rp 1,6 juta. Kalau sudah dapat tunjangan struktural, dia tidak akan dapat tunjangan peneliti. Jadi kegiatan penelitian yang dilakukan tidak dihargai dengan tunjangan penelitian," papar Jan.
Menurut peraih gelar PhD di Universitas Vrije Amsterdam Belanda ini, gaji profesor riset di LIPI sangat jomplang jika dibanding dengan profesor di perguruan tinggi negeri. Sebab, gaji profesor di PTN bisa mencapai Rp 14 juta.
"Sepertinya sistemnya itu sengaja gaji dibuat kecil, supanya sisanya cari sendiri," keluh Jan.
Dia menambahkan, di Belanda, seorang profesor riset bisa digaji 8.000-9.00 Euro . Sedangkan di Jepang 60.000 hingga 70.000 Yen. Di Australia dalam setahun bisa mendapat 130.000-140.000 dollar Australia.
"Di Pakistan, gaji penelitinya malah 3 kali gaji menteri. Kalau di Korea, peneliti itu dianggap pahlawan. Para peneliti tidak mengikuti wajib militer. Kegiatan militer dianggap sebagai kegiatan bela negara, dan peneliti dianggap sama dengan pembela negara," papar Jan.
(vit/asy)
sumber :http://www.detiknews.com/read/2011/10/26/100234/1752693/10/ketika-profesor-peneliti-menjerit-karena-gaji-minim?991101mainnews