Pasti banyak di antara agan/aganwati yang sudah pernah pacaran. Pada saat masa-masa pacaran, agan/aganwati mungkin mendapat hadiah, kado atau pemberian dari pacar agan/aganwati. Tapi apa jadinya kalo di kemudian hari setelah hubungan berakhir (“putus”), mantan pacar agan/aganwati meminta semua pemberian yang agan/aganwati terima selama berpacaran untuk dikembalikan? Lebih lanjut lagi, bagaimana bila mantan pacar agan/aganwati meminta pengembalian semua barang tersebut dengan disertai dengan ancaman-ancaman kekerasan?

Karena kasus seperti ini ternyata pernah terjadi dan sudah dibahas dalam artikel
Jika Mantan Pacar Ingin Menarik Kembali Semua Pemberiannya. Untuk mengetahui segi hukum dari masalah ini, silakan agan/aganwati simak dulu pertanyaan dan artikel jawabannya di bawah ini:



Pertanyaan:
Saya pernah mengundurkan diri berhubungan dengan seseorang. Karena pada mulanya dia mengaku duda eh ternyata istrinya masih ada dan marah sama saya, mereka mungkin dalam konflik keluarga. Otomatis dong saya tidak mau berhubungan lagi dan saya tidak mau mencari masalah di kemudian hari. Dia sama sekali tidak menerima keputusan saya. Dia sering marah-marah pada saya karena suatu saat dia keukeuh tetep akan dan ingin menikahi saya dan dia akhirnya memperlihatkan surat cerainya. Terus, apakah wajar seorang lelaki meminta kembali barang yang sudah dia berikan kepada saya mantan pacarnya? Misalnya, dia minta kembali baju, cincin, jam tangan, sepatu, bahkan minta pengganti uang transport dsb. sebesar taruhlah di bawah Rp5 juta. Aduh ini pemerasan kan, padahal saya waktu itu tidak minta. Dia merasa saya sudah merugikan. Bukankah itu risiko yang namanya menjalin hubungan. Bagaimana saya menjelaskan kepada dia? Dia kok kayaknya sering mengancam saya, katanya saya sudah merugikan dia secara material. Apakah dari segi hukum saya bersalah? Tolong mohon penjelasannya kepada dari, atau siapa saja karena saya merasa terancam dan ketakutan. Terima kasih banyak sebelumnya.



Jawaban
:
Menurut hemat kami, dari sisi hukum, jika barang-barang tersebut Anda terima sebagai pemberian/hibah dari si lelaki, maka Anda adalah pemilik sepenuhnya barang-barang (pemberian/hibah) tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1666 KUHPerdatayang menyatakan sebagai berikut:

“Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

Mengenai pemberian/hibah,
Subekti menjelaskan bahwa sebagai suatu perjanjian, pemberian (schenking) itu seketika mengikat dan tak dapat dicabut kembali begitu saja menurut kehendak satu pihak (lihat Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, 2001, hal. 165). Pemberian barang-barang bergerak (seperti baju, cincin, sepatu, dan jam tangan) dan piutang-piutang yang berupa surat bawa (aan toonder) adalah sah dengan penyerahan begitu saja (lihat Pasal 1687 KUHPer). Sedangkan, pemberian barang-barang tak bergerak dan hak piutang atas nama harus dilakukan dengan akta notaris (lihat Pasal 1682 KUHPer).

Subekti juga menjelaskan bahwa agar dapat dikatakan tentang suatu “pemberian” perbuatan itu harus bertujuan memberikan suatu
hadiah belaka (liberaliteit), jadi tidak boleh ada suatu keharusan atau perikatan meskipun hanya berupa naturlijke verbitenis (Pokok-Pokok Hukum Perdata, hal. 165). Yang dimaksud naturlijke verbitenis, menurut Subekti, ialah suatu perikatan yang berada di tengah-tengah antara perikatan moral atau kepatutan dan suatu perikatan hukum, atau boleh juga dikatakan, suatu perikatan hukum yang tidak sempurna (Pokok-Pokok Hukum Perdata, hal. 126).

Jadi, secara hukum mantan pacar Anda tidak punya hak untuk menarik kembali semua barang yang pernah dia berikan kepada Anda, kecuali Anda setuju untuk mengembalikan barang-barang tersebut. Selain itu, secara moral dan kepatutan pun adalah tidak pantas menarik kembali barang-barang yang telah diberikan kepada orang lain.




Di sisi lain, mantan pacar Anda bisa saja tidak mengakui telah memberikan barang-barang tersebut kepada Anda sebagai hadiah. Karena biasanya pemberian itu dilakukan secara lisan saja, tanpa ada bukti tertulis. Sehingga, mantan pacar Anda dapat mengatakan bahwa dia, misalnya, hanya meminjamkan barang-barang tersebut kepada Anda, lalu sekarang dia ingin memintanya kembali. Jika mantan pacar Anda tidak mengakui memberikan barang-barang tersebut dan sampai menggugat Anda ke pengadilan, maka Anda harus mempersiapkan bukti-bukti untuk mendukung posisi Anda. Selain bukti tertulis dan pengakuan, alat-alat bukti lainnya dalam hukum acara perdata adalah saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah (lihat
Pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 KUHPerdata).

Kemudian, jika Anda merasa terancam dan ketakutan atas ancaman-ancaman yang dilakukan mantan pacar Anda itu, Anda dapat melaporkannya ke polisi atas tuduhan perbuatan yang tak menyenangkan. Kemungkinan dia bisa dijerat
Pasal 335 ayat (1) KUHP yang rumusannya sebagai berikut:

Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500:
Ke-1: barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain.

Lebih jauh mengenai perbuatan tidak menyenangkan, silakan baca artikel-artikel berikut:

- Perbuatan Tidak Menyenangkan, dan
- Hukum untuk Penggoda Istri Orang Lain.

Demikian penjelasan kami, semoga Anda dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik.


Dasar hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44)
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732)

Jawaban oleh:
Amrie Hakim